Lipid
adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air,
dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform
dan eter. Asam lemak adalah komponen unit pembangun pada hampir semua lipid.
Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon dari
4 sampai 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon
nonpolar yang panjang. Hal ini membuat kebanyakan lipid bersifat tidak larut
dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982).
Lipid
secara umum dapat dibagi ke dalam dua kelas besar, yaitu lipid sederhana dan
lipid kompleks. Yang termasuk lipid sederhana antara lain adalah: 1)
trigliserida dari lemak atau minyak seperti ester asam lemak dan gliserol,
contohnya adalah lemak babi, minyak jagung, minyak biji kapas, dan butter,
2) lilin yang merupakan ester asam lemak dari rantai panjang alkohol, contohnya
adalah beeswax, spermaceti, dan carnauba wax, dan 3) sterol yang
didapat dari hidrogenasi parsial atau menyeluruh fenantrena, contohnya adalah
kolesterol dan ergosterol (Scy Tech Encyclopedia 2008).
Lipid
yang paling sederhana dan paling banyak mengandung asam lemak sebagai unit
penyusunnya adalah triasilgliserol, juga sering disebut lemak, lemak netral,
atau trigliserida. Jenis lipid ini merupakan contoh lipid yang paling sering
dijumpai baik pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Triasilgliserol adalah
komponen utama dari lemak penyimpan atau depot lemak pada sel tumbuhan dan
hewan, tetapi umumnya tidak dijumpai pada membran. Triasilgliserol adalah
molekul hidrofobik nonpolar, karena molekul ini tidak mengandung muatan listrik
atau gugus fungsional dengan polaritas tinggi (Lehninger 1982).
Triasilgliserol
terakumulasi di dalam beberapa area, seperti jaringan adiposa, dalam tubuh
manusia dan biji tanaman, dan triasilgliserol ini mewakili bentuk penyimpanan
energi. Lipid yang lebih kompleks berada dekat dan berhubungan dengan protein
dalam membran sel dan partikel subselular. Jaringan yang lebih aktif mengandung
lipid kompleks yang lebih banyak, contohnya adalah dalam otak, ginjal,
paru-paru, dan darah yang mengandung konsentrasi fosfatida dalam jumlah tinggi
pada mamalia (Scy Tech Encyclopedia 2008).
Terdapat
berbagai macam uji yang berkaitan dengan lipid yang meliputi analisis
kualitatif maupun kuantitatif. Uji-uji kualitatif lipid diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Uji Kelarutan Lipid
Uji
ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terdahap
berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat
kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka
hasilnya lipid tersbut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid memiliki
sifat nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar.
2. Uji Akrolein
HC=O
HC + H2O
H2C
H2C-O-COOR1
HC-O-COOR2
H2C-O-COOR3
Uji kualitatif lipid lainnya adalah
uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau
dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy Tech
Encyclopedia (2008), uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin
atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4)
yang akan menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid
tidak jenuh atau dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki
bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan asap putih. Berikut reaksi yang
terjadi pada uji akrolein:
panas
KHSO4
Trigliserida
Akrolein
3. Uji Ketidakjenuhan Lipid
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk
mengetahui asam lemak yang diuji apakah termasuk asam lemak jenuh atau tidak
jenuh dengan menggunakan pereaksi Iod Hubl. Iod Hubl ini digunakan sebagai
indikator perubahan. Asam lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya. Tabung
dikocok sampai bahan larut. Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl
dimasukkan ke dalam tabung sambil dikocok dan perubahan warna yang terjadi
terhadap campuran diamati. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak
tidak jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki
ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya. Reaksi positif ketidakjenuhan asam
lemak ditandai dengan timbulnya warna merah ketika iod Hubl diteteskan ke asam
lemak, lalu warna kembali lagi ke warna awal kuning bening. Warna merah yang
kembali pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai
hidrokarbon asam lemak.
4. Uji
Ketengikan
Uji kualitatif lipid lainnya adalah
uji ketengikan. Dalam uji ini, diidentifikasi lipid mana yang sudah tengik dengan
yang belum tengik yang disebabkan oleh oksidasi lipid. Minyak yang akan diuji
dicampurkan dengan HCl. Selanjutnya, sebuah kertas saring dicelupkan ke larutan
floroglusinol. Floroglusinol ini berfungsi sebagai penampak bercak. Setelah
itu, kertas digantungkan di dalam erlenmeyer yang berisi minyak yang diuji.
Serbuk CaCO3 dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan segera ditutup. HCl
yang ditambahkan akan menyumbangkan ion-ion hidrogennya yang dapat memecah
unsur lemak sehingga terbentuk lemak radikal bebas dan hidrogen radikal bebas.
Kedua bentuk radikal ini bersifat sangat reaktif dan pada tahap akhir oksidasi
akan dihasilkan peroksida (Syamsu 2007).
5. Uji
Salkowski untuk kolesterol
Uji Salkowski merupakan uji
kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan kolesterol.
Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama
ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester
lipid. Apabila dalam sampel tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol
di bagian atas menjadi berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi
kuning dengan warna fluoresens hijau (Pramarsh 2008).
6. Uji
Lieberman Buchard
Uji Lieberman Buchard merupakan uji
kuantitatif untuk kolesterol. Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya
kolesterol dengan penambahan asam sulfat ke dalam campuran. Sebanyak 10 tetes
asam asetat dilarutkan ke dalam larutan kolesterol dan kloroform (dari
percobaan Salkowski). Setelah itu, asam sulfat pekat ditambahkan. Tabung
dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Mekanisme yang terjadi dalam uji
ini adalah ketika asam sulfat ditambahkan ke dalam campuran yang berisi
kolesterol, maka molekul air berpindah dari gugus C3 kolesterol, kolesterol
kemudian teroksidasi membentuk 3,5-kolestadiena. Produk ini dikonversi menjadi
polimer yang mengandung kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna hijau ini
menandakan hasil yang positif (WikiAnswers 2008). Reaksi positif uji ini
ditandai dengan adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink kemudian
menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi hijau tua.
Uji Kuantitatif Lipid
Firestone dalam Schmidl dan Labuza
(2000) dalam Fachri (2008) menyebutkan bahwa untuk menganalisa kandungan lemak
dalam makanan dapat dilakukan dengan cara volumetris, gravimetris, dan
kromatografi. Kromatografi yang dapat dipakai seperti kromatografi gas (CG),
kromatografi lapisan tipis (TLC), kromatografi ekslusi (SEC), kromatografi
cairan (LC) dan kromatografi yang memiliki unjuk kerja baik seperti HP-SEC dan
HPLC.
Kromatografi gas digunakan untuk
melarutkan dan menghitung lipida seperti triasilgliserol dan turunan-turunan
FAME. TLC sangat sesuai untuk memisahkan ester kolestrol, mono, di,
triacylglycerols, asam lemak bebas, kolestrol, dan fospolipid. SEC dan HP-SEC
digunakan untuk memisahkan produk hidrolitik, oksidasi dan pemanasan lemak.
Sedangkan HPLC digunakan untuk memisahkan lipida non-volatil yang memiliki
berat molekul tinggi.
Untuk menentukan kadar lemak total
dalam makanan, the Nutrition and Labeling Education membutuhkan tahapan sebagai
berikut, yaitu (1) hidrolisis dengan asam atau basa; (2) ekstraksi dengan eter
; dan (3) konversi asam lemak ke metil ester asam lemak (FAME) kemudian
menghitung kadar FAME dengan kromatografi gas. Artiss dkk (1988) menentukan kandungan
lipida dengan menggunakan TLC dan metode enzimatis. Enzim yang digunakan adalah
enzim hidrolase, oxidase dan peroxidase dalam precursor chromogen. Metode ini
sesuai untuk menentukan fospolipida hewan, jaringan tissue manusia dan fluida
(Fachri 2008).
1. Metode
Analisis Protein
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dalam analisis kimia
adalah metode yang digunakan untuk penentuan senyawa nitrogen secara
kuantitatif dalam substansi kimia. Metode ini dikembangkan oleh Johan Kjeldahl
pada tahun 1883. Saat ini, metode Kjeldahl digunakan untuk menentukan kandungan
pasti protein dalam makanan. Metode ini terdiri atas pemanasan substansi dengan
asam sulfat, dimana dekomposisi asam organik oleh oksidasi akan membebaskan
nitrogen yang tereduksi sebagai amonium sulfat. Pada tahap ini kalium sulfat
ditambahkan untuk meningkatkan titik didih dari 169oC menjadi 189oC.Dekomposisi
kimia sampel menjadi lengkap ketika medium berubah menjadi bersih dan tidak
berwarna (sangat gelap).
Larutan kemudian disuling dengan
natrium hidroksida (ditambahkan dalam jumlah yang sedikit) yang mengubah garam
amonium menjadi amonia. Jumlah amonia yang muncul (jumlah nitrogen yang muncul
dalam sampel) ditentukan dengan cara titrasi balik. Produk akhir kemudian dia
bil dan dicampurkan bersama dengan asam borat. Amonia bereaksi dengan asam dan
setelah itu dititrasi dengan natrium karbonat dan pH indikator yang digunakan
adalah metil jingga. Metode Kjeldahl yang berkembang saat ini sudah
terotomatisasi dan menggunakan katalis spesifik seperti merkuri oksida atau
tembaga sulfat untuk mempercepat dekomposisi. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:
Degradasi: Protein + H2SO4
→ (NH4)2SO4(aq) + CO2(g) + SO2(g)
+ H2O(g)
Pembebasan amonia: (NH4)2SO4(aq)
+ 2NaOH → Na2SO4(aq) + 2H2O(l) +
2NH3(g)
Perolehan amonia: B(OH)3
+ H2O + NH3 → NH4+ + B(OH)4–
Titrasi Balik: B(OH)3 + H2O
+ Na2CO3 → NaHCO3(aq) +
NaB(OH)4(aq) + CO2(g)
+ H2O
Bromokresol
Bromokresol hijau adalah pencelup
yang tergolong ke dalam triarilmetana dan sering digunakan sebagai indikator pH
dan pewarna bagi jejak DNA pada elektroforesis gel agarose. Bromokresol dapat
digunakan dalam bentuk asam bebas (padatan coklat cerah) atau dalam bentuk
garam natrium (padatan hijau tua). Dalam larutan, kedua padatan tersebut
mengion dan memberikan bentuk monoanionik yang berwarna kuning. Selanjutnya
monoanionik dideprotonasi pada pH tinggi untuk memberikan bentuk dianionik
(biru) yang ditabilkan oleh resonansi. Bromokresol juga bias digunakan sebagai
inhibitor protein transpor prostaglandin E2.
2. Metode Reduksi Karbohidrat
Metode Somogyi-Nelson
Metode Nelson/Somogyi merupakan yang
terbaik bila
digunakan untuk uji aktivitas enzim karena memberikan respon pewarnaan
stoikiometri dengan oligosakarida homolog dengan berbagai derajat
polimerisasi sehingga memberikan pengukuran yang benar dari ikatan-ikatan
glikosida yang terpotong yang menunjukkan aktivitas enzimnya
digunakan untuk uji aktivitas enzim karena memberikan respon pewarnaan
stoikiometri dengan oligosakarida homolog dengan berbagai derajat
polimerisasi sehingga memberikan pengukuran yang benar dari ikatan-ikatan
glikosida yang terpotong yang menunjukkan aktivitas enzimnya
Metode Follin Wu
Metode ini digunakan dalam analisis
kuantitatif gula dalam darah. Prinsip pengukuran kadar glukosa darah dengan
metode Folin Wu adalah ion kupri akan direduksi oleh gula dalam darah menjadi
kupro dan mengendap menjadi Cu2O. Penambahan pereaksi fosfomolibdat
akan melarutkan Cu2O dan warna larutan menjadi biru tua, karena ada
oksida Mo. Dengan demikian, banyaknya Cu2O yang terbentuk
berhubungan linier dengan banyaknya glukosa di dalam darah. Filtrat yang
berwarna biru tua yang terbentuk akibat melarutnya Cu2O karena oksida
Mo dapat diukur kadar glukosanya dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 660 nm.
Fehling
Fehling adalah salah satu metode
reduksi yang digunkana untuk mengidentifikasi gula pereduksi. Gula reduksi
adalah gula yang dapat mereduksi Fehling menjadi tembaga oksida yang mengendap
berwarna merah merah (ion kupri tereduksi menjadi ion kupro). Larutan Fehling A
mengandung ionkupri CuSO4, sedangkan Fehling B mengandung campuran
alkali (NaOH dan KNaC4H4O6). Gula reduksi
dengan alkali (Fehling B) akan bereaksi membentuk enediol, kemudian enediol ini
dengan ion kupri (Fehling A) membentuk ion kupro dan campuran asam-asam.
Selanjutnya ion kupro dalam suasana basa akan membentuk kupro hidroksidayang
dalam keadaan panasa akan mendidih dan mengendap menjadi endapan kupro oksida
(Cu2O) yang berwarna merah bata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar